Mukadimah





Syukur Allhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat Dan Hidayahnya kepada kita semua...
Sholawat serta salam dihaturkan kepada Baginda Agung Nabi Muhamad SAW, beserta keluarganya para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir Zaman... Amin ...

Selamat Datang di Blog saya yang tidak sepertinya ini. saya buat untuk sarana belajar saya dalam berkreatifitas sehari-hari... meski sederhana, semoga dapat bermanfaat khususnya untuk saya dan semua yang membaca blog saya ini.




Kamis, 25 Februari 2016

Wali Songo



"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan ...

Ziarah Wali Sembilan 
 Tepatnya Pada Tanggal 2 Juli 2012 - 8 Juli 2012... kami mengadakan acara Ziarah Wali Songo/ Sembilan, Pertama yang di tuju di lokasi sekitar Jawa timur, kebetulan kami Dari Jawa timur juga, yang pertama, ke Makam Sunan Ampel yang Berada di Surabaya jawa timur...




















PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Dizaman modern ini masyarakat Indonesia telah banyak yang melupakan sejarah-sejarah terutama sejarah peradaban Islam di Indonesia.
            Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencapai puncaknya dengan diproklamirkannya proklamasi oleh Ir. Soekarno, sesungguhnya perjuangan bangsa ini masih banyak yang harus disempurnakan. Sejak awal kebangkitan Nasional, posisi agama sudah mulai di bicarakan dalam kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan berpendapat, negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah negara “sekuler”, negara yang dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik, sebagaimana diterapkan di negara turki oleh mustafa kamal. Golongan lainnya bependapat, negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”.
  Pada abad 15 para saudagar muslim telah mencapai kemajuan pesat dalam usaha bisnis dan dakwah hingga mereka memiliki jaringan di kota-kota bisnis di sepanjang pantai Utara. Komunitas ini dipelopori oleh Walisongo yang membangun masjid pertama di tanah Jawa, Masjid Demak yang menjadi pusat agama yang mempunyai peran besar dalam menuntaskan Islamisasi di seluruh Jawa. Walisongo berasal dari keturunan syeikh ahmad bin isa muhajir dari hadramaut. Beliau dikenal sebagai tempat pelarian bagi para keturunan nabi dari arab saudi dan daerah arab lain yang tidak menganut syiah.

B.     Rumusan Masalah
1. Pengertian Tentang  Walisongo?
2. Model Penyebaran Islam Walisongo
3. Kemajuan Islam Masa Walisongo
4. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
5. Agama Islam dan Kekuatan Politik Masa Kolonialisme
6. Politik Kolonialisme Terhadap Islam



BAB I
PEMBAHASAN
A.    WALI SONGO DAN PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
a . Pengertian Dan Nama – Nama Walisongo

Kalau kita mendengar kata wali songo tentu terbayang dalam pikiran kita tentang waliyullah yang berjumlah Sembilan, padahal tidak demikian. Wali adalah sosok hamba Allah yang taat beribadah menjalankan perintah Allah dan mejahui larangan_Nya. Wali adalah hamba yang menjadi kekasih Allah dari sekian banyak makhluk yang ada bumi ini. Wali songo hanya merupakan sebuah istilah yang sering di ucapkan oleh umat manusia sekarang ini padahal sesungguhnya mereka ( Walisongo) Tidak mengenal kata songo.
Secara umum yang di anggap walisongo di bumi jawa ini adalah
1)      Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau (Gresik )
2)      Raden Rahmat atau Sunan Ampel (Surabaya)
3)      Raden Paku atau Sunan Giri ( Gresik)\
4)      Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang ( Tuban)
5)      Raden Qosim atau Sunan Drajat (Lamongan)
6)      Raden Sahid atau Sunan Kalijaga ( Kadilangu Demak)
7)      Raden Umar Said atau Sunan Muria (Kudus)
8)      Ja’far Shodiq atau Sunan Kudus (Kudus)
9)      Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung jati (Cirebon)

1.      SyeikhMaulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2.      Sunan Ampel (2)

Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang) Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.” Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.



3.      Sunan Giri

Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma). Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai. Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri. Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata. Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa. Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18. Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.






4.      Sunan Bonang

Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi. Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

5.      Sunan Drajat

Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan. Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang’. Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin. 

6.      Sunan Kalijaga

Nama aslinya adalah Raden Sahid, beliau putra Raden Sahur putra Temanggung Wilatika Adipati Tuban. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kpeada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicampuk 100 kali sampai banyak darahnya dan diusir.
Setelah diusir selain mengembara, ia bertemu orang berjubah putih, dia adalah Sunan Bonang. Lalau Raden Sahid diangkat menjadi murid, lalu disuruh menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan Kalijaga.
Sunan kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.[1][16]    

7.      Sunan Muria

Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan



8.      Sunan Kudus

Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali –yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi. Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya. Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang. 

9. Sunan Gunung Jati

Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’ Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii). Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten. Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat. 



b.      Model Penyebaran Islam Walisongo


Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses gemilang perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas. Dengan didukung penuh oleh kesultanan Demak Bintoro, agama Islam kemudian dianut oleh sebagian besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan. Islam benar-benar menjadi agama yang mengakar.
Para wali ini mendirikan masjid, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai tempat mengajarkan agama. Konon, mengajarkan agama di serambi masjid ini, merupakan lembaga pendidikan tertua di Jawa yang sifatnya lebih demokratis. Pada masa awal perkembangan Islam, sistem seperti ini disebut ”gurukula”, yaitu seorang guru menyampaikan ajarannya kepada beberapa murid yang duduk di depannya, sifatnya tidak masal bahkan rahasia seperti yang dilakukan oleh Syekh Siti Jenar. Selain prinsip-prinsip keimanan dalam Islam, ibadah, masalah moral juga diajarkan ilmu-ilmu kanuragan, kekebalan, dan bela diri.
Sebenarnya Walisongo adalah nama suatu dewan da’wah atau dewan mubaligh. Apabila ada salah seorang wali tersebut pergi atau wafat maka akan segera diganti oleh walilainnya. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.  [1][27]

Kesembilan wali ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15. Adapun peranan walisongo dalam penyebaran agama Islam antara lain:

Ø  Sebagai pelopor penyebarluasan agama Islam kepada masyarakat yang belum banyak mengenal ajaran Islam di daerahnya masing-masing.
Ø  Sebagai para pejuang yang gigih dalam membela dan mengembangkan agama Islam di masa hidupnya.
Ø  Sebagai orang-orang yang ahli di bidang agama Islam.
Ø  Sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT karena terus-menerus beribadah kepada-Nya, sehingga memiliki kemampuan yang lebih.
Ø  Sebagai pemimpin agama Islam di daerah penyebarannya masing-masing, yang mempunyai jumlah pengikut cukup banyak di kalangan masyarakat Islam.
Ø  Sebagai guru agama Islam yang gigih mengajarkan agama Islam kepada para muridnya.
Ø  Sebagai kyai yang menguasai ajaran agama Islam dengan cukup luas.
Ø  Sebagai tokoh masyarakat Islam yang disegani pada masa hidupnya.

Berkat kepeloporan dan perjuangan wali sembilan itulah, maka agama Islam menyebar ke seluruh pulau Jawa bahkan sampai ke seluruh daerah di Nusantara.

c.       KEMAJUAN ISLAM MASA WALISONGO

Pelembagaan Islam di Jawa tidak dapat dilepaskan dari peran wali, yang di dalam konsepsi orang Jawa disebut sebagai Wali Songo (wali yang berjumlah sembilan). Melalui peran walisongo inilah Islam berkembang dan melembaga di dalam kehidupan masyarakat, sehingga banyak tradisi yang dinisbahkan sebagai kreasi dan hasil cipta rasa walisongo yang hingga sekarang tetap terpelihara di tengah-tengah masyarakat. Mula-mula para wali itu mengembangkan Islam di daerah sekitar tempat tinggalnya. Sunan Ampel mengembangkan Islam di Surabaya, tepatnya di daerah Ampel Dento, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Giri di Giri Gajah, Sunan Drajad di Drajad, Sunan Muria di daerah Muria, Sunan Kudus di daerah Kudus, Sunan Kalijaga di Kadilangu dan sekitarnya serta sunan-sunan lainnya yang berdakwah di daerahnya masing-masing. Namun demikian, mereka juga menyebarkan Islam sampai jauh ke tempat lain.
Di dalam pelembagaan Islam, walisongo menggunakan beberapa tahapan, yaitu:

Mendirikan masjid.
·         Mendirikan masjid berarti membangun tempat sujud. Pada dasarnya, setiap orang bisa melakukan shalat di sembarang tempat, sebab semua tempat di bumi ini adalah masjid artinya tempat bersujud, asalkan tempat itu diyakini suci. Dalam proses penyebaran Islam, maka para wali mendirikan masjid, tidak hanya dalam fungsi sebagai tempat beribadah tetapi juga sebagai tempat pengajian. Dari masjidlah penyebaran Islam dimulai.
·         Di dalam masa-masa awal proses islamisasi, masjid menjadi tempat strategis untuk pengembangan komunitas Islam. Selain sebagai tempat ritual, masjid juga sebagai pusat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Islam. Di dalam masjidlah segala aktifitas pengembangan komunitas Islam berlangsung. Di dalamnya dilakukan penyusunan strategi, perencanaan dan aksi di  dalam kerangka penyebaran Islam di tengah kehidupan masyarakat.
Mendirikan pesantren
Peranan pesantren sebagai lembaga penyebaran Islam di Jawa, merupakan lembaga yang paling menentukan watak keislaman dari kerajaan-kerajaan Islam, dan yang memegang peranan paling penting bagi penyebaran Islam sampai pelosok-pelosok.





















BAB II
1.            SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Mengenai perdagangan dan para pedagang dalam mengislamkan indonesia, dimana pengaruh dan penyebaran islam efektif sekali. Hal ini disebabkan karena banyak orang yang begitu saja tertarik untuk mmemeluk agama islam sebelum mempelajari syariat agama secara terperinci.
Sejak awal abad masehi, sudah ada rute- rute pelayaran dan perjalanan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai wilayah di daratan Asia Tenggara. Di wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa konu merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian. Pedagang- pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke -7 M, ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M (abad 1 hijriah), ketika Islam pertama kali perkembang di timur tenggah. Hubungan perdagangan ini menjadi hubungan penyebaran Islam di Indonesia.
Sejak abad pertama nusantara yang menghasilkan komuditi penghasil rempah-rempah dan banyak disukai di eropa(romawi) masa itu menyebabkan pedagang-pedagang arab singgah dipantai barat sumatra dan selat malaka yang menghubungkan imperium timur. Pedagang Arab sudah menjadi pengatur jalur perdagangan barat-timur.
a.       Islam Masuk ke Indonesia
Paling tidak ada dua pendapat mengenai masuknya islam di indonesia. Pertama pendapat lama, yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abat ke-13 M. Pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana, antara lain N.H.Krom dan Van Den Berg. Kemudian pendat pertama mendapat sanggahan dan bantahan. Kedua pendapat baru yang menyatakan bahwa islam masuk ke indonesia pada abad ke-7 atau abad 1 hijriah pendapat baru ini dikemukakan oleh H. Agus Salim, M. Zainil Arifin Abbas, hamka, dll.
Menurut seminar masuknya Islam di Indonesia di medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 M.
Seminar masuknya Islam di Indonesia tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut
1.      Menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriah(abad ke-7) langsung dari Arab.
2.      Daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatra, dan bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka Raja Islam yang pertama berada di Aceh.
3.      Dalam proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Indonesia aktif mengambil bagian.
4.      Mubaligh-mubaligh Islam yang pertama-tama itu sebagai penyiar Islam juga sebagai saudagar.
5.      Penyiaran Islam di Indonesia dilakukan denga cara damai.
6.      Kedatangan Islam di Indonesia, membawa kecerdasan dan peradaban yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.[4]
Pendapat senada tentang masuknya Islam di Indonesia dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dalam the preaching Islam, ia mengatakat, “mungkin Agama ini telah dibawa kemari oleh pedagang-pedagang Arab sejak abad-abad pertama hijriah, lama sebelum kita memiliki catatan  ssejarah dimana sebenarnya pengaruh mereka telah mulai terasa.
Menurut literatur kuno tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan arab Islam di pesisr pantai sumatra. Jadi hanya 9 tahun sejak rasulullah saw memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir pantai sumatra sudah terdapat sebuah perkampungan Islam. Akat tetapi, pada priode ini islam belum berkembang secara menyeluruh dan hanya beberapa wilayah yang sudah memeluk Islam, misalnya sebagian sumatra dan sebagian pantai utara jawa.
Adapun perkembangan selanjutnya, Islam berkembang secara lebih besar pada abad ke 12 M. Menurut para sejarawan Islam masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur, sehingga dengan cepat dapat diterima oleh masyrakat Indonesia.
Jalur-jalur yang dilakukan oleh para penyebar Islam yang mula-mula di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Melalui Jalur Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdangan. Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan. Mereka yang melalukan dakwah islam, sekaligus menjadi pedagang.
2.      Melalui jalur perkawinan
Dengan melalui jalur perkawinan, para menyebar Islam melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalaui jalur perkawianan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader Islam.
3.      Melaui jalur tasawuf
Para penyebar Islam juga terkenal sebagai pengajar-pengajar tasawuf. Oleh karena itu, penyebaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui jalur tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat indonesia. Misalnya, menggunakan Ilmu-ilmu riyadhat dan kesaktian dalam proses penyebaran Islam kepada penduduk setempat.
4.      Melalui jalur pendidikan
Dalam Islamisasi di Indonesia ini, juga dilakukan melalui jalur pendidikan seperti pesantren, surau, masjid dan lain-lain yang dilakukan oleh guru-guru Agama, Kyai dan Ulama.
5.      Melalui jalur kesenian
Para penyebar Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya.
6.      Melalui jalur politik
Para penyebar Islam juga menggunakan pendekatan politik dalam penyebaran Islam. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di indonesia. Demi kepentingan  politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan-kemenangan secara politik banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan Islam memeluk Islam.
.    

2. AGAMA DAN KEKUATAN POLITIK PADA MASA KOLONIALISME
a.      Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda
Kehadiran belanda di Indonesia tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, tetapi juga menekan politik dan kehidupan keagamaan rakyat. Segala aktivitas umat islam yang berkaitan dengan keagamaan ditekan. Belanda terus menerapkan langkah-langkah yang membatasi gerak pengamalan agama islam. Upacara-upacara keagamaan yang dilakukan secara terbuka dilarang, ibadah haji dibatasi dan setiap jama’ah haji yang pulang ke indonesia diawasi dengan ketat untuk mengantisipasi pengaruh muslim yang telah haji yang dapat membangkitkan semangat perlawanan pemerintah Belanda.6
Politik yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasari oleh adanya ras ketakutan, rasa panggilan agamnya yaitu kristen dan rasa kolonialismenya. Dengan begitu, mereka menerapkan berbagai peraturan dan kebijakan, di antarnya :
·         Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan islam yang mereka sebut Prieserraden. Dari nasihat badan inilah, pad tahun 1905, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya menyatakan bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agma islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.
·         Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan agama islam, yaitu tidak semua orang (kiai) boleh memberikan pengajaran mengaji, terkecuali telah mendapatkan semacam rekomendasi atau persetujuan pemerintah Belanda.
·        Tahun 1932 keluar lagi peratuaran yang isinya berupa kewenagan untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda yang disebut ordonansi sekolah liar.

v    Pendidikan islam sebelum tahun 1900
            Pendidikan pada masa ini bercirikan sebagai berikut:
-     Dilakukan secara perorangan, melalui rumah tangga, maupun surau atau mesjid
-    Lebih menekankan ilmu praktis, seperti tentang ketuhanan dan peribadahan
-    Pelajaran diberikan satu demi satu
-    Pelajaran ilmu sharaf didahulukan ketimbang ilmu nahwu
-     Buku pelajaran pada umumnya dikarang oleh ulama Indonesia, kemudian   diterjemahkan ke dalam bahasa setempat
-      Kitab yang digunakab umumnya ditulis tangan
-       Pelajaran suatu ilmu hanya diajarkan dalam satu macam buku saja.
-      Karena terbatasnya bacaan, materi ilmu agama sangat sedikit.
-       Belum lahir aliran baru dalam islam
v    Pendidikan islam pada tahun 1900-1908
Masa ini disebut juga periode peralihan, dengan bercirikan hal-hal sebagai berikut :
-    Pelajaran untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secar sekaligus
-    Pelajaran ilmu nahwu didahulukan atau disamakan dengan ilmu sharaf
-    Semua buku pelajaran merupakan karangan ulama kuno dalam bahasa arab
-    Semua buku dicetak
-     Suatu ilmu diajarkan dari beberapa macam buku: renadah, menengah dan tinggi
-    Telah ada toko buku yang memesan buku-buku dari mesir dan mekah
-     Ilmu agama telah berkembang luas berkat banyaknya buku bacaan
-     Aliran baru islam seperti yang dibawa oleh majalah al-manar di mesir mulai lahir
v Pendidikan islam sesudah tahun 1909
Pada masa ini gaung isu nasionalisme merambah berkat tampilnya Budi utomo. Sistem madrasah baru dikenal pada permulaan abad ke 20. Sistem ini membawa pembaharuan, antara lain :
 1.   Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi klasikal
2.   Pengajaran pengetahuan umum disamping pengatuhan agama dan bahasa arab.

b.      Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang mencoba berkuasa di Indonesia.
Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu.Penjajahan jepang di indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan semboyan asaia untuk asia. Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, indonesia, dan asia rusia. Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap).
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:

1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar     pendidikan menggantikan Bahasa Belanda
2.   Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.

Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
1. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang.
3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
5.  Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
6.  Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU. Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk bagkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945 berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
(1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat). Lama studi 6 tahun.Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.
(2) Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun.
(3)  Pendidikan Kejuruan. Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian.
 (4)  Pendidikan Tinggi.
Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara lain:
a. azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar ma’ruf nahi Munkar
b. INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad syafi’i (1899-1969) bertua memdidik anak untuk berpikir rasional, mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang berwatak dan menanam persatuan.
c.  Tujuan Nahdlatul Ulama’, sebelum menjadi partai politik memgang teguh mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat Islam itu sendiri.
.









3).    POLITIK KOLONIALISME TERHADAP ISLAM

Sebelum Islam datang, di Indonesia telah berkuasa kerajaan Hindu dan Budha. Pada abad ke-7, Islam telah menyebar luas di Indonesia, karena peranan budha masih memegang peranan dikerajaan Sriwiajaya, terutama dalam Politik dan sosial budaya.[5]
Masuknya islam didaerah di Indonesia tidak bersamaan, disamping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah ketika didatangi Islam juga berlainan. Datangnya orang-orang Islam ke daerah-daerah yang baru disinggahi sama sekali belum memperhatikan dampak-dampak politik, karena awalnya mereka datang hanya untuk pelayan dan perdagangan.[6] Pada abad ke-13, kerajaan memasuki masa kemunduran, dalam hal ini pedagang-pedagang muslim memanfaatkan politiknya dengan mendukung daerah-daerah yang muncul  dan menyatakan diri sebagai kerajaan Islam.
Islam sebagai Agama yang memberikan corak kultur bangsa Indonesia dan sebagai kekuatan politik yang menguasai stuktur pemerintahan sebelum datangnya belanda dapat dilihat dari munculnya kkerajaan-kerajaan islam di nusantara ini, antara lain di sumatra, jawa, kalimatan dan sulawesi.
a.       Islam di Sumatra
Ada tiga kerajaan yang terkenal disumatra yang telah memosisikan Islam sebagai Agama dan sebagai kekuatan politik yang mewarnai corak budayanya, yaitu Perlak, Pasai, dan Aceh. Pada abad ke-8, sumatra terbagi dalam delapan kerajaan besar yang semuannya menyembah berhala, kecuali satu kerajaan yang berpegang pada Islam yaitu kerajaan perlak. Sistem pemerintahan yang diterapkan oleh kerajaan perlak pada dasarnya mengikuti sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu kepala pemerintahan dipegang oleh sultan dengan dibantu oleh beberapa wazir. Kerajaan samudra Pasai, kerajaan ini ditaklukkan oleh penjajah portigis krisdani dengan memperakarsi negara Islam bersatu, yaitu menyatukan tenaga politik Islam di dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi nama Aceh besar.
b.      Islam di Jawa
penyebar Islam pertama di Jawa adalah para Wali Songo, meraka tidak hanya berkuasa dalam bidang agama tetapi juga dalam bidang sosial dan politik. Dalam percaturan politik Islam mulai memosisikan diri ketika melemahnya kerajaan majapahit yang memberi peluang kepada penguasa Islam di pesisir untuk membagun pusat-pusat kekuasaan yang independen.
Di samping kekuatan politik Islam yang memberi konstribusi besar terhadap perkembangannya, Islam juga hidup dimasyarakat dapat memberi dorongan kepada penguasa non muslim untuk memelukknya. Dengan kata lain, para bupati telah menjadikan Agama Islam sebagai instrumen politik untuk memperkuat kedudukannya.


c.       Islam di Kalimatan, Maluku, dan Sulawesi
Pada awal abad ke 16, Islam masuk ke kalimantan selatan, yaitu di kerajaan daha yang beragama hindu. Berkat bantuan sultan demak raja daha dan rakyatnya masuk Islam sehingga berdirilah kerajaan Islam banjar, dengan raja pertamanya adalah pangeran samudera yang diberi gelar pangeran Suryanullah atau Suriansah, daerah-daerah sekitarnya mengakui kekuasaannya. Pada abad ke-10/11 di maluku sudah ramai oleh perniagaan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang dilakukan oleh pedagang Arab dan Persia.  Pada saat ini telah terhadi sentuhan pedagang Muslim dengan rakyat Maluku yang membentuk komunitas Islam.  Dengan besarnya gelombang perdagangan muslim atas ajakan datu maulana Husain, para raja di ternate menerima Islam sebagai Agama. Di Sulawesi, Raja Gowa-tallo memeluk Islam atas ajakan Datuk Rianang ai diberi gelar sultan Aluddin di talo raja l Malingkoan daeng nyonri kareng katangka pada tahun yag sama masuk Islam dengan gelar sultan Abdullah awal Islam.


DAFTAR PUSTAKA

  Al Qurtuby, Sumanto. 2003. Arus Cina-Islam-Jawa. Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press.
  Dupriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
  Effendy, Facri Ali-Bachtiar. 1990. Merambah Jalan Baru Islam. Bandung: Mizan.
  Graaf, De, & Pegeaud.1986. Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa. Jakarta: PT. Pustaka Grafitipers.
  Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
  Ibrahim Boechari, Sidi. 1981. Pengaruh Timbal Balik Antara Pendidikan Islam dan Pergerakan Nasional di Minangkabau. Jakarta: Gunung Tiga.
  Purwadi, & Enis Niken. 2007. Dakwah Wali Songo, Yogyakarta: Panji Pustaka
  Simon, Hasanu. 2004. Misteri Syekh Siti Jenar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  Sujatmo. 1989. Wayang dan Budaya Jawa. Semaranag: Dahara Prize.
  Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir, Yogyakarta: PT. LKis Pelangi Aksara.
  Syukur, Fatah. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
  Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Grafindo Persada.
  Yunus, Mahmud. 1985. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya